PERLINDUNGAN ANAK
Setiap manusia dilahirkan merdeka dan sama dalam martabat dan
hak-haknya. Artinya, Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan suatu hak yang
melekat pada diri manusia, yang bersifat sangat mendasar dan mutlak
diperlukan agar manusia dapat berkembang sesuai dengan bakat, cita-cita
dan martabatnya. Bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang
melekat pada diri manusia secara kodrati, universal, dan abadi sebagai
anugerah Tuhan Yang Maha Esa, meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga,
hak mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak-hak
berkomunikasi, hak keamanan, dan hak kesejahteraan yang tidak boleh
diabaikan atau dirampas oleh siapapun.
Anak merupakan salah satu pihak yang rentan mengalami objek
pelanggaran Hak Asasi. Pengertian Kelompok Rentan tidak dirumuskan
secara eksplisit dalam peraturan perundang-undangan, seperti tercantum
dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 yang menyatakan
bahwa setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak
memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan
kekhususannya. Dalam Penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan kelompok masyarakat yang rentan, antara lain, adalah
orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil dan penyandang
cacat. Sedangkan menurut Human Rights Reference disebutkan, bahwa yang tergolong ke dalam kelompok rentan adalah: Refugees, Internally Displaced Persons (IDPs), National Minorities, Migrant Workers, Indigenous Peoples, Children, dan Women.
Pengakuan atas eksistensi anak sebagai subyek hak asasi manusia (HAM) yang sui generis (rights holders as sui generis)
ditandai manakala Konvensi Hak Anak (KHA) telah diratifikasi oleh 193
negara. Dengan demikian sebanyak 193 pemerintah telah menerima
kewajibannya untuk mengambil semua langkah-langkah legislative, administrative, sosial, dan pendidikan secara layak untuk melindungi anak-anak dari semua bentuk-bentuk dan manifestasi kekerasan.
Kendati ratifikasi KHA telah menunjukkan universalitas, namun
perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi, dan penyalahgunaan
kekuasaan (children’s protection from violence, exploitation, and abuse) masih
sangat lemah. Anak sebagai bagian integral dari komunitas, paling lemah
kemampuannya untuk melindungi diri mereka sendiri, malah mereka menjadi
obyek segala bentuk dan manifestasi kekerasan. Penghukuman secara fisik
dan merendahkan martabat anak masih jamak dan meluas dilakukan dalam
komunitas seperti di sekolah, di rumah, dan masyarakat setempat.
Konstitusi kita menyatakan bahwa “Setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh kembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi”.
Di sisi lain, perlindungan terhadap keberadaan anak ditegaskan secara
eksplisit dalam 15 pasal yang mengatur hak-hak anak sesuai Pasal 52 –
Pasal 66 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.
Perkembangan Perlindungan Hak Asasi Manusia Anak
Berbagai upaya yang ditujukan bagi perlindungan dan pemajuan HAM di
Indonesia merupakan hal yang sangat strategis sehingga memerlukan
perhatian dari seluruh elemen bangsa. Untuk mewujudkan perlindungan dan
kesejahteraan anak diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan
perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya. Berbagai batasan
anak dapat ditemukan dalam beberapa peraturan perundangan yang berlaku
di Indonesia, namun pada prinsipnya keragaman batasan tersebut mempunyai
implikasi yang sama yaitu memberikan perlindungan pada anak.
Dari segi regulasi, peraturan terkait perlindungan terhadap hak asasi anak dimulai dengan Convention on the Rights of the Child/Konvensi tentang Hak-hak Anak (KHA). Konvensi ini disetujui
oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 20 November 1989 dan diratifikasi
oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang
Pengesahan Convention on The Rights of The Child (konvensi tentang
hak-hak anak) tanggal 25 Agustus 1990. Dalam Convention on the Rights of the Child terkandung 4 (empat) prinsip dasar yaitu prinsip non-diskriminasi
artinya semua hak yang diakui dan terkandung dalam KHA harus
diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun. Prinsip ini
merupakan pencerminan dari prinsip universalitas HAM (Pasal 2 KHA); prinsip kepentingan yang terbaik bagi anak (best interest of the child)
artinya bahwa di dalam semua tindakan yang menyangkut anak, maka apa
yang terbaik bagi anak haruslah menjadi pertimbangan yang utama (Pasal 3
KHA); prinsip atas hak hidup, kelangsungan dan perkembangan (the rights to life, survival, and development)
artinya harus diakui bahwa hak hidup anak melekat pada diri setiap anak
dan hak anak atas kelangsungan hidup serta perkembangannya juga harus
dijamin (Pasal 6 KHA); serta prinsip penghargaan terhadap pendapat anak (respect for the views of the child)
artinya bahwa pendapat anak, terutama jika menyangkut hal-hal yang
mempengaruhi kehidupannya, perlu diperhatikan dalam setiap pengambilan
keputusan (Pasal 12 KHA).
Selanjutnya, beberapa ketentuan dalam peraturan perundang-undangan
juga mengatur tentang pentingnya perlindungan terhadap hak asasi anak.
Hal ini dapat dilihat dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia,
dimana hak asasi anak mendapat tempat tersendiri dalam Undang-undang
ini. Anak merupakan subjek hukum yang sangat rentan dalam proses
penegakan hukum khususnya dalam proses peradilan. Hak anak dalam proses
peradilan menurut Undang-Undang antara lain yaitu:
- Tidak dianiaya, disiksa, atau dihukum secara tidak manusiawi;
- Tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup:
- Tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum;
- Tidak ditangkap, ditahan atau dipenjara secara melawan hukum, atau jika sebagai upaya yang terakhir (measure of the last resort);
- Diperlakukan secara manusiawi dalam proses peradilan pidana;
- Hak atas bantuan hukum, untuk membela diri dan memperoleh keadilan di Pengadilan Anak yang bebas dan tidak memihak.
Perlindungan anak juga diatur dalam Undang-undang tersendiri yaitu
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002. Perlindungan anak bertujuan untuk
menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,
berakhlak mulia, dan sejahtera. Beberapa ketentuan yang diatur secara
umum dalam Undang-Undang ini antara lain prinsip-prinsip dasar sesuai
dengan Konvensi Hak-Hak Anak, Hak dan Kewajiban Anak, Kewajiban dan
Tanggung Jawab Negara dan Pemerintah, Kewajiban dan Tanggung Jawab
Masyarakat, Kewajiban dan Tanggung Jawab Keluarga dan Orang Tua,
Kedudukan Anak, Pengasuhan dan pengangkatan anak, Penyelenggaraan
perlindungan anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
Berkaitan dengan masalah pekerja anak, pemerintah Indonesia sudah
meratifikasi Konvensi tentang Pengakhiran Bentuk Bentuk Terburuk Pekerja
Anak melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan ILO Convention No. 182 Concerning The Prohibition and Immediate Action for Elimination of The Worst Forms of Child Labour
(Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera
Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak). bentuk-bentuk
pekerjaan terburuk untuk anak” mengandung pengertian :
- segala bentuk perbudakan atau praktik-praktik sejenis perbudakan, seperti penjualan dan perdagangan anak-anak, kerja ijon (debt bondage)
dan perhambaan serta kerja paksa atau wajib kerja, termasuk pengerahan
anak-anak secara paksa atau wajib untuk dimanfaatkan dalam konflik
bersenjata;
- pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran, untuk
produksi pornografi, atau untuk pertunjukan-pertunjukan porno;
- pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk kegiatan haram,
khususnya untuk produksi dan perdagangan obat-obatan sebagaimana diatur
dalam perjanjian internasional yang relevan;
- pekerjaan yang sifatnya atau lingkungan tempat pekerjaan itu dilakukan dapat membahayakan kesehatan, atau moral anak-anak.